INSIDE THE JIHAD : CERITA PENYUSUPAN SEORANG MATA-MATA

(by Marhan F. Faiz)
Membaca buku ini bagi saya terasa menonton film mata-mata dengan detail cerita yang mengagumkan. Hebatnya lagi buku ini ditulis berdasarkan pengalaman si penulisnya, Omar Nasiri, seorang mata-mata yang bekerja untuk Perancis, Inggris dan Jerman. Jadi bisa dikatakan bahwa cerita yang dibeberkan adalah bersumber dari sumber pertama yang paling otentik. Buku ini mengkisahkan tentang pengalaman Omar Nasiri tentang penyusupannya di jaringan Al Qaeda pada tahun 1990-an, di mana di tahun-tahun tersebut Al Qaeda sedang membangun kekuatannya secara global untuk melawan Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya.

Nama Omar Nasiri adalah nama samaran yang dipakai oleh penulis buku ini. Sebagai seorang mata-mata sudah tak asing untuk menggunakan beberapa identitas. Tujuannya sama, yaitu untuk melindungi diri sendiri maupun keluarga dari musuh-musuhnya. Dalam dunia mata-mata memang tak pernah jelas, siapa kawan siapa lawan.

Omar Nasiri adalah orang berkebangsaan Maroko, tetapi dia dan saudara-saudaranya dibesarkan di Belgia. Walau begitu, Maroko tetaplah dianggap tanah airnya. Tentang hal ini Omar menuliskan “hatiku ada di Maroko, tetapi kepalaku ada di Eropa.” Sebagai keluarga Muslim, Omar sudah tak asing dengan kehidupan seorang Muslim. Di masa kecilnya, Omar dan saudara-saudaranya sering diajak ayahnya untuk sholat di masjid.

Hakim adalah kakak tertua Omar. Dibandingkan Omar, Hakim lebih pendiam. Teman-temannya banyak dan sering mampir di rumah ibunya di Brussel. Mereka terlihat saleh dan sering shalat berjamaah. Mereka pun sering berdiskusi tentang perjuangan umat Islam di seluruh belahan dunia. Tapi yang paling sering dibicarakan adalah Aljazair. Omar terlibat dengan kegiatan mereka dalam menerbitkan koran Al Ansar, koran propaganda milik GIA, sayap militer yang radikal di Aljazair. Dari rumah itulah Al Ansar dibuat, dicetak lalu dikirim ke seluruh dunia. Tak hanya itu, Omar terlibat dengan jual beli senjata dengan kelompok ini. Hal ini dilakukan pertamakalinya dengan motif uang.

Makin lama Omar makin terlibat terlalu jauh. Ketika menyadarinya Omar mulai mengkhawatirkan keselamatan ibu dan adiknya yang tinggal di rumah itu. Omar kemudian memberikan beberapa info kepada DGSE, dinas intelijen Perancis, dengan syarat untuk tidak menangkap ibu dan adiknya. Sejak itulah Omar menjadi mata-mata DGSE.

Suatu hari pemerintah melancarkan serangan udara di rumah ibunya. Adiknya tertangkap tapi kemudian dilepaskan kembali. Hakim dan teman-temannya banyak yang tertangkap. Mereka dijatuhi hukuman penjara beberapa tahun. Sebelum serangan, di saat demam tinggi karena sakit, Omar menceritakan kepada Hakim dan kedua temannya bahwa dia adalah mata-mata DGSE. Ini adalah sebuah kebodohan fatal yang takkan pernah ingin dilakukan mata-mata manapun. Mungkin Omar merasa bersalah dengan kakaknya atau karena pengaruh demam tingginya. Tidak diceritakan di buku ini. Kebodohan inilah yang menghantui Omar hingga bertahun-tahun berikutnya.

Setelah serangan itu, Omar kemudian mengemban misi untuk menyusup ke kamp latihan di Afghanistan. Omar berhasil menyusup ke kamp Khaldan. Kamp ini diperuntukkan untuk para pemula. Di sini Omar belajar untuk mengenal hingga menggunakan segala macam senjata yang ada di muka bumi ini. Omar juga mempelajari bom, taktik perang gerilya, hingga cara mengendarai tank. Tak hanya tentang perperangan, Omar juga mendapatkan pelajaran agama.

Setelah lulus dari Khaldan, Omar kemudian mendapatkan pelatihan lanjutan di kamp Darunta. Tak semua mujadid diberi kesempatan untuk mendapatkan pelatihan lanjutan di kamp ini. Hanya mereka yang berbakat saja. Tak seperti Khaldan, kamp Darunta ini mendidik pesertanya lebih fokus untuk melakukan kegiatan teror, seperti membuat bom, mengintai dan beberapa keahlian khusus.

Membaca di bagian ini, timbul rasa hormat saya kepada para mujadid ini. Saya menemukan sisi lain dari mereka. Digambarkan oleh Omar di buku ini bahwa mereka murah senyum dan sangat taat dalam menjalankan ibadah. Setiap sholat selalu dilaksanakan dengan berjamaah. Mereka juga menekankan bahwa aturan dalam berjihad sangat ketat, tak bisa sembarangan berjihad. Sebisa mungkin mereka melakukan segala hal sesuai dengan aturan agama. Walaupun begitu, mereka juga tak segan-segan membunuh jika diketahui adanya mata-mata musuh yang menyusup.

Omar mengenal para pentolan Al Qaeda di kedua kamp ini. Salah satunya adalah Ibnu Syeikh Al-Libi. Al Libi adalah anggota Al Qaeda urutan atas dalam daftar Most Wanted pemerintah Amerika Serikat. Al Libi ditangkap di bulan November 2001 dan kemudian diinterogasi. Dalam interogasi tersebut diperoleh informasi bahwa ada kaitannya antara Al Qaeda dan pemerintahan Saddam Hussein di Irak. Atas dasar itu Amerika Serikat menyerang Irak. Ternyata Al Libi berbohong. Ada spekulasi Al Libi sengaja berbohong karena dia sangat lihai dalam kontra interogasi, paling tidak itu yang diketahui oleh Omar.

Membaca buku ini kita harus hat-hati dalam menentukan mana yang benar dan mana yang salah, mana orang mukmin dan mana orang munafik. Dalam buku ini tergambar jelas ambiguitas Omar. Kadang dia berpendapat sebagaimana seorang mujadid, tapi di satu sisi dia menjadi seorang yang sangat menikmati minuman keras dan gadis-gadis. Tak semua yang dikatakan salah, dan tak semuanya benar. Kita harus lebih bijak dalam membacanya.

1 Komentar

Filed under non fiksi